Budaya Raja Ampat: Sasi Laut
Setiap daerah memiliki kisah dan adatnya sendiri. Terlebih Indonesia memiliki beribu pulau dengan ceritanya sendiri. Hal ini yang membuat kita terkesima dengan setiap adat yang dilakukan masing-masing daerah.
Raja Ampat memiliki adat yang selaras dengan kegerakan pelestarian lingkungan, seperti yang kita sedang lakukan. Adat itu dikenal sebagai Tradisi Sasi. Tradisi Sasi terbagi menjadi dua, yakni Sasi Laut dan Sasi Darat. Kali ini kita akan membahas tentang Sasi Laut yang telah berjalan turun temurun di masyarakat Raja Ampat dan mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah.
Sasi Laut adalah tradisi adat yang dilakukan oleh masyarakat lokal di Raja Ampat. Tradisi ini dilakukan sebagai tanda untuk memulai atau menyelesaikan masa panen hasil laut. Selain itu, tradisi ini pun dilakukan guna untuk mendapat hasil yang melimpah saat masa panen, dengan cara menutup daerah tersebut hingga waktu yang ditentukan. Masyarakat di Raja Ampat mempercayai bahwa ketika mereka pergi ke laut, kesuksesan mereka akan hasil panen tergantung dari tradisi Sasi Laut yang dilakukan.
Kata ‘Sasi Laut’ berasal dari Bahasa asli mereka, yang artinya adalah Sumpah. Tradisi Sasi dianggap sebagai cara untuk mendapatkan izin mengambil hasil di daerah yang mereka lindungi. Bagi mereka, tradisi Sasi Laut adalah tradisi yang suci dan semua orang harus mematuhi aturannya untuk menjaga kesucian tradisi itu.
Sasi Laut merupakan tradisi turun-temurun yang dilakukan oleh masayrakat lokal di Raja Ampat. 85% dari daerah Raja Ampat adalah lautan. Oleh sebab itu, kehidupan mereka banyak bergantung dari hasil laut. Filosofi dari tradisi Sasi Laut adalah menghargai dan meminta izin kepada Sang Pencipta untuk mengambil ciptaanNya.
Prosedur tradisi ini memberikan manfaat yang signifikan terhadap kelestarian biota laut di Raja Ampat, karena penentuan daerah tradisi Sasi Laut biasanya adalah daerah yang menjadi habitat hewan laut yang bernilai ekonomi tinggi. Salah satu contohnya adalah lobster.
Walau hasil dari Sasi melimpah, masyarakat tidak mengambil secara serakah dan mensepakati peraturan bersama selama buka sasi. Misalnya dengan menentukan ukuran lobster yang boleh ditangkap dan tidak menangkap lobster yang sedang bertelur. Hal ini dilakukan agar benih lobster tetap tersedia di alam, dan bisa dipanen pada musim-musim berikutnya. Dengan cara ini, jumlah lobster di Raja Ampat bisa terus melimpah.
Penjualan hasil Sasi dapat dinikmati langsung oleh masyarakat Raja Ampat. Dana yang terkumpul tidak sedikit dan biasanya dimanfaatkan untuk kegiatan komunal seperti pembangunan fasilitas umum, gedung gereja, atau acara adat yang melibatkan seluruh komunitas.
Ketika kita mendengar cerita tentang Sasi ini, kita jadi diingatkan bahwa setiap kita menerima penghidupan dari alam, terutama lautan kita. Udara, makanan, bahkan lapangan pekerjaan kita dapatkan dari lautan. Dan bagaimana masyarakat Raja Ampat memperlakukan alam dengan penuh hormat dan kesucian, membuat kita merasa bahwa sudah sepatutnya kita menghargai alam seperti kita menghargai orangtua kita, sebab alam telah menyediakan segala yang kita butuh untuk kehidupan kita.